Search site


Men(Tuhan)kan Akal Dalam Batasan Sebagai Hamba ?

18/03/2010 17:50

Oleh : Khaerudin ( Guru SMA Sejahtera 1 Depok )

Pada saat manusia berkenalan dengan dirinya, untuk yang pertama kali mereka seperti pengantin baru. Mengapa demikian ? Ada cerita yang bisa mungkin dijadikan suatu simbiosis yang berkorelasi dengan dimensi psikis manusia itu sendiri. Dahulu sebelum di perkenalkan betapa hebatnya sebuah pikiran banyak sekali orang yang tidak tahu di balik sesuatu yang hebat tersimpan suatu bahaya yang hebat pula.

Proposal Tuhan (semoga Engkau memaafkan penulis..?), DIA mengajukan suatu konsep yang terintegrasi, atas sifat-sifatnya yang teraktualisasi dalam bentuk sekumpulan sel yang menjadi individu yang disiapkan menjadi khalifah kelaknya.

Sudah di prediksikan sebelumnya bahwa proposal tersebut di tolak, tapi dalam hal ini penulis tak akan menceritakan tentang penolakan tersebut, penulis hanya berusaha menyampaikan kenapa kita di persilahkan mengkritisinya.

Beberapa fakta yang mau dan perlu penulis tekankan untuk direnungkan:

Segala konsepsi-konsepsi hasil pemikiran manusia hendaknya perlu dipahami bahwa manusia itu tidak lepas dari hamba yang bersama alam raya akan musnah.

Ketakjuban kita akan ilmu pengetahuan tak lebih dari rumusan akal manusia dengan segala kekurangannya, yang berusaha di matematika kan berdasarkan keterbatasan filsafat akal manusia itu sendiri.

Dalam dimensi akal manusia perlu sangat di sadari kehebatan akalnya hanya sedikit dari ilmu Tuhan, seperti janji-Nya ” seandainya ada salah satu hambaKu mampu menembus langit sesungguhnya manusia itu tak akan mampu, kecuali orang-orang yang berilmu”.

Perwujudan filsafat dan akal manusia adalah lahir dari benturan peradaban pemikirannya sendiri dengan pengalaman hidupnya dan kedangkalan mereka menstabilkan dengan harmonis antara hati (atas nama cinta) dengan akal itu sendiri.

Korelasi yang rigid bisa sering terjadi manakala manusia dengan terus menerus mengikuti apa yang menjadi Tuhannya dengan mengedepankan logika mantik yang bersifat in absensia.

Secara kenseptual penulis katakan “akal bukan Tuhan versi manusia tetapi akal adalah perwujudan kehormatan Tuhan yang sesungguhnya yang diberikan pada beberapa hamba yang di pilihnya dengan tujuan hamba tersebut menjadi wali-Nya di dunia, maka di harapkan akal bukan senapan yang mematikan, akal bukan nuklir yang menghancurkan, akal bukan melahirkan filsafat yang menyebabkan manusia tidak lagi mengenal dirinya sendiri. akan tetapi akal sebagai jembatan yang mampu di wujudkan sebagai manifestasi manusia itu kembali kepada fitrahnya. mungkin hanya ini yang bisa saya tulis dengsan banyak kekurangannya, semoga bermanfaat.